Menjadi Bijaksana Tanpa Pikiran Hitam-Putih Manusia.

Tii
4 min readJun 8, 2020

--

Kemajuan di bidang teknologi komputer pada 1990-an telah melahirkan sebuah entitas yang bisa berpikir menyerupai manusia, bahkan lebih cepat dan cermat daripada manusia yang paling pintar sekalipun. Garry Kasparov sang master dari semua grandmaster pemain catur di dunia, telah mempertahankan kejuaraan dunia selama 12 tahun dan tak pernah kalah sekalipun dalam pertandingan catur beruntun melawan manusia.

Namun, dalam pertandingan melawan IBM supercomputer bernama Deep Blue, Kasparov kalah di pertandingan kedua yang berlangsung di New York pada musim semi 1997. Saat itu Kasparov tampak kikuk, resah, waspada dan berulangkali mengusap wajah dengan raut muka frustasi. Sang master catur manusia telah dikalahkan oleh sebuah mesin. Maha karya yang dapat mengalahkan penciptanya sendiri.

Akan tetapi, kekalahan hanya berada pada beberapa sisi saja. Salah satunya mekanisme kerja berpikir. Mekanisme kerja berpikir komputer akan berfungsi jika menggunakan jenis logika analitik dan bukan logika sintetik. Sebuah komputer mikro pun (yakni kalkulator) bisa memproses informasi lebih efisien dan akurat dibanding otak manusia yang paling maju.

Komputer tidak mampu melaksanakan kerja yang pada dasarnya sintetik. Mengusahakan penggunaan logika jenis sintetik ke dalam komputer laksana mencoba menghidupkan komputer tatkala direndam air: sistem keseluruhannya akan korsleting!

Logika Analitik

Logika analitik merupakan jenis logika yang didasarkan pada prinsip penalaran, didesain oleh Aristoteles. Jenis logika ini bekerja dengan cara “sesuatu” adalah “sesuatu”, atau tidak mungkin “sesuatu” akan sekaligus “bukan sesuatu itu” dalam hal yang sama dan pada waktu yang sama. Dengan kata lain, mustahil bagi suatu benda untuk menjadi hitam sekaligus putih, “A” sekaligus “-A”. Ungkapan ini disimbolkan seperti ini,

“A = A”, atau “A ≠ -A”

yang mana ia bekerja dalam mengartikan satu simbol kode berbeda dengan simbol kode lainnya. Jika A, maka bukan B. Inilah hukum yang berlaku dalam pengoperasian komputer, hanya berkutat hanya pada satu simbol, satu huruf, atau berfokus pada simbol sebagai paparan maknanya secara harfiah.

Logika Sintetik

Sedangkan logika sintetik merupakan jenis logika yang melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep. Logika sintetik bekerja dengan cara “sesuatu” merupakan sekaligus “bukan sesuatu itu”, artinya kita mencari makna menggunakan kedalaman pemahaman. Ungkapan simboliknya sebagai berikut,

“A = -A”, atau “A ≠ A”

dalam memahami kata-kata (simbol) ini kita harus berfokus pada apa yang dituju, bukan pada kata-katanya sebagai paparan maknanya secara harfiah. Immanuel Kant menyebutnya menggunakan intuisi.

Chuang Tzu (±369–286 S.M.) seorang filsuf kuno menyajikan pemanfaatan logika sintetik dalam esai singkatnya yang berjudul “Pembahasan tentang Penyetaraan Segala Hal” membantu manusia lari dari cara pikir “hitam-putih” dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu alineanya:

Everything has its “that”, everything has its “this”. From the point of view of “that” you cannot see it, but through understanding you can know it. So I say, “that” comes out of “this” and “this” depends on “that” — which is to say that “this” and “that” give birth to each other …

(Segala sesuatu mempunyai “itu”-nya, segala sesuatu mempunyai “ini”-nya. Dari sudut pandang “itu” anda tidak dapat melihatnya, tetapi melalui pemahaman anda bisa mengetahuinya. Jadi, saya katakan, “itu” berasal dari “ini” dan “ini” bergantung pada “itu” — dengan kata lain, “ini” dan “itu” satu sama lain saling melahirkan…).

Pernyataan Kontroversial Pak Jokowi

Sebagai contoh lain, yaitu dalam pernyataan pak Joko Widodo saat bercakap dengan Najwa Shihab di Istana Merdeka: “Kalau itu bukan mudik, itu namanya pulang kampung. … kalau mudik itu di hari lebarannya, untuk merayakan Idul Fitri. Kalau yang pulang kampung itu yang kerja di Jakarta, tetapi anak istrinya ada di kampung.”

Untuk memahami kalimat ini diperlukan pemahaman mendalam (wawasan). Karena dalam kedua kalimat itu terdapat banyak kata (simbol) yang kontradiktif. Kita ambil salah satu contoh pada contoh kedua “Kalau itu bukan mudik, itu namanya pulang kampung,” padahal dalam KBBI kedua simbol/kata itu memiliki arti yang sama. Namun, kita bisa memahaminya dengan memfokuskan apa yang dituju oleh simbol itu.

Komputer akan kebingungan dalam menafsirkan informasi tersebut. Karena keterbatasannya dalam pemrosesan informasi. Sedangkan manusia menggunakan berbagai kecerdasannya, salah satunya intuisi, dapat mencapai pemahaman yang tepat, dengan memanfaatkan dugaan-dugaan. Penggunaan jenis logika ini juga memungkinkan manusia untuk berpikir secara kreatif.

Dalam proses berpikir manusia dibanding komputer terletak pada efisiensi dan kecermatan pemrosesan dalam penggunaan logika analitik. Sedangkan manusia dengan keunikannya, mempunyai dan mampu menggunakan berbagai jenis proses berpikir, salah satunya logika dalam memahami dan memecahkan persoalan sehari-hari.

Sedangkan relevansinya dengan fenomena kekalahan Garry Kasparov, dalam pertandingan melawan komputer bernama Deep Blue. Kekalahan manusia hanya dalam kasus pertandingan menggunakan logika analitik, dan kita (manusia) memiliki kemenangan dalam banyak hal di luar sana, kebijaksanaan contohnya.

The world is not about smartness. The world is about heart. And wisdom is from the heart.“ Kebijaksanaan telah menjadi tanggung jawab kepemimpinan yang mendasar bagi manusia. Maka, sebagai manusia jangan hanya melihat dunia sebagai “hitam-putih” atau “benar-salah” saja.

Tulisan dimuat di laman www.pucukmera.id pada 12 Mei 2020.

--

--

No responses yet